Saturday, April 18, 2020

Review Novel AROMA KARSA (Dee Lestari)

Aroma Karsa - Dee Lestari

Blurb

Dari sebuah lontar kuno, Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng, ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia.

Obsesi Raras memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan cuma bisa diidentifikasi melalui aroma, mempertemukannya dengan Jati Wesi.

Jati memiliki penciuman luar biasa. Di TPA Bantar Gebang, tempatnya tumbuh besar, ia dijuluki si Hidung Tikus. Dari berbagai pekerjaan yang dilakoninya untuk bertahan hidup, satu yang paling Jati banggakan, yakni meracik parfum.

Kemampuan Jati memikat Raras. Bukan hanya mempekerjakan Jati di perusahaannya, Raras ikut mengundang Jati masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Bertemulah Jati dengan Tanaya Suma, anak tunggal Raras, yang memiliki kemampuan serupa dengannya.

Semakin jauh Jati terlibat dengan keluarga Prayagung dan Puspa Karsa, semakin banyak misteri yang ia temukan, tentang dirinya dan masa lalu yang tak pernah ia tahu.

Review

Sebenarnya aku bukan penggemar karya Dee Lestari. Ini adalah kali pertama aku baca novel karangannya, karena penasaran akan riset-riset yang dilakukan demi penulisan buku Aroma Karsa.

Kesan setelah selesai membaca novel dengan jumlah halaman 700 lebih alias ketebalannya serupa kitab ini, aku merasa takjub! Rasanya 'gilak, selama ini gue kemana aja kok baru baca novel Indonesia yang sebagus ini'. Dee Lestari benar-benar berhasil meracik karya ini menjadi mahakarya, yang mungkin tidak akan lekang dimakan waktu.

Seperti yang diungkapkan penulis, novel Aroma Karsa ini menggabungkan berbagai unsur sebagai konstruksi ceritanya--petualangan, misteri, mitologi, epigrafi, keluarga, persahabatan, percintaan--yang dijalin dengan benang merah: aroma. Ini adalah karya Dee yang paling indrawi, yang meski titik beratnya pada penciuman, jendela-jendela indra lain ikut dibuka dan distimulasi. Demikianlah misteri dan kekuatan olfaktori.

Novel ini berhasil mengeksplorasi kekuakatan indra penciuman dan aroma. Aku baru sadar kalau bau ternyata bisa divisualisasikan dengan otak. Sehingga sebagai pembaca aku pun ikut belajar tentang bau.
Contohnya saat scene mencoba sample parfum (halaman 200).


Dalam novel ini, aku suka diksi yang digunakan penulis. Unik, keren, dan semakin memperjelas cerita. Sehingga adegan demi adegannya terasa gamblang dan bisa dibayangkan.

Selain keunikannya mengangkat tentang indra penciuman, yang menarik dari buku ini adalah ketika sejarah kerajaan Majapahit disandingkan dengan kehidupan modern sekarang. Begitu juga saat penulis menampilkan isu sosial ketika dua orang yang memiliki kemampuan yang sama (indra penciuman) tapi memiliki background yang jauh berbeda, bertolak belakang. Jati Wesi yang kehidupannya selalu di sekitaran TPA Bantar Gebang, ketemu dengan Tanaya Suma yang menjalani kehidupan sebagai orang kaya sedari kecil. Mempunyai perbedaan yang mencolok, namun memiliki kesamaan.
Setting tempat yang diambil juga keren, apalagi menilik bahwa penulis sampai perlu riset ke tempat langsung atau bertemu ahlinya, mulai dari perusahaan kosmetik, sirkuit, Grasse Prancis, TPA Bantar Gebang, sampai Gunung Lawu. Sehingga benar-benar terasa Indonesia-nya. Scene di gunung lawu ini benar-benar memukau! Dat 'desa ghaib Dwarapalla' is assffgghll! Ngeri ngebayangin kiongkong, si kelabang raksasa segede paha orang dewasa, hiii...

Karakter-karakternya juga kuat. Meskipun jumlah tokohnya banyak, tapi nggak bikin pusing. Aku nggak akan bahas semuanya.
Aku suka karakter Jati Wesi yang polos dan nggak sombong. Begitu juga dengan sisi lugunya ketika jatuh cinta. Jatuh cintanya itu seperti digambarkan dengan cara yang berbeda, indah banget.
Tapi aku juga sedih waktu ada tokoh yang patah hati. Paling nggak bisa lihat orang baik disakitin, huhu mas Arya.
Untuk side characternya, menurutku --tokoh ahli tanaman nusantara yang nggak percaya puspa karsa-- Iwan Satyana, cukup berhasil menjadi scene stealing dengan omongannya yang ringan nan kocak. Tapi begitu perjalanan di gunung lawu ngeri juga sih dengan omongannya yang ceplas ceplos. Secara gitu, lagi di hutan kan nggak boleh ngomong aneh-aneh, hehe.

Satu hal lagi yang cukup menarik adalah penggunaan nama-nama yang menurutku cantik. Mulai dari nama tokohnya, sampai istilah lainnya seperti kemara, puspa karsa, puspa ananta, puspa kangga. Covernya juga cantik, menggambarkan isinya banget.

(Spoiler alert!) Hanya saja ada yang sedikit mengganjal, yaitu saat diceritakan bahwa semasa bayi ibunya Tanaya Suma juga  sempat memberikan asi-nya kepada Jati Wesi, yang ini berarti mereka menjadi saudara sepersusuan. Fakta ini menurutku cukup mengganggu, apalagi saat dewasa mereka bersama. Karena setahuku saudara sepersusuan itu menjadi mahram *kalau nggak salah*. Tapi yaudah sih, karena di buku ini aku nggak menemukan penyebutan kepercayaan, it's okay.

Selebihnya nggak tau lagi mau review apanya.
This book is making me crazy!
Overall, aku suka banget sama novel ini. Highly recommended. Kalian harus baca ;)

Haduh, kan tebel banget???
Tenang aja, meskipun halamannya banyak, novel ini page-turner kok alias bikin pengen baca terus. Apalagi pas dekat-dekat ekspedisi ke gunung Lawu, nggak bisa lepas!

Terima kasih kepada Dee Lestari sudah melahirkan karya seindah ini :)

5/5 🌟

Details

Judul: Aroma Karsa
Penulis: Dee Lestari
Penerbit: PT. Bentang Pustaka
Tahun terbit: 2018
ISBN: 978-602-291-463-1
Jumlah Halaman: 724 hal
Harga: Rp. 125.000 87.500

#BOOK REVIEW#

No comments:

Post a Comment